Gambar dari http://www.jakarta.go.id
Written By Orion on Law
Sosiologi Hukum dalam Tataran Penegakan Hukum
di Indonesia
1.
Pendahuluan
Bicara mengenai
sosiologi, langsung atau tidak langsung membicarakan diri kita sendiri,
membicarakan keluarga dan lingkungan kita. Dan ternyata, pembicaraan ini tidak
pernah ada ujungnya, karena seiring dengan perubahan zaman dan kemajuan
technologi, sikap dan perilaku manusia juga ikut berubah. Dalam hal ini timbul
suatu pertanyaan apakah ahli sosiologi hukum dewasa ini sudah benar-benar
mensejahterakan masyarakat dengan tindakan sosial hukum tersebut. Hal ini bisa dijadikan pendekatan
sebagai upaya penghilangan kasus korupsi yang sudah mengakar di Indonesia.
Reformasi serta kritik-kritik negatif terhadap sistem dari penegakan hukum
Indonesia memberi kesempatan kepada kita untuk memikirkan tentang apa yang akan
kita lakukan untuk keluar dari situasi buruk. Tetapi, bagaimanapun suasana
keterpurukan masih menyisakan berkah, yaitu memberikan kesempatan kepada kita
untuk memikirkan perubahan secara tidak tanggung-tanggung, bahkan sampai pada
akar filasafatnya sekali.
Suasana keterpurukan hukum di Indonesia ini memberikan pertanyaan yang
besar dalam hal kemaslahatan hukum itu sendiri. Indonesia secara notebene
adalah negara hukum yang selalu mencoba menegakkan hukum dalam arti sebenarnya
mengimplementasikan pertanyaan “ apa guna kita bernegara hukum?” “ apakah hukum
hanya mengatur masyarakat semata atau untuk mencapai suatu tujuan yang lebih
besar?”
Peraturan dan pengaturan hukum yang mengatur di Indonesia bukan hanya
pengaturan terhadap regulasi tindakan manusia di bumi Indonesia ini, melainkan
untuk mencapai tujuan dan cita-cita hukum yang lebih beasar. Dengan tujuan
hukum dapat memberikan kebahagian kepada rakyat dan bangsanya
Pembicaraan mengenai sosiologi hukum memang harus dimengerti pemaknaanya
dari sisi materi dan kegunaanya tidak hanya berbicara masalah teori pencapaian
hukum tersebut. Banyak kasus di Indonesia yang menyalahi prikemanusiaan dalam
hal tegaknya suatu keadilan hukum, banyak para koruptor yang dengan kekuasannya
bisa membalikkan hukum yang awal mulanya berjalan selaras dengan UUD malah
semakin dipermainkan dengan adanya kekuasaan yang sewenang-wenang. Hal ini
perlu ditinjau lebih dalam dari sosiologi hukum yang terkait dengan penegakan
hukum tersebut.
2.
Pengertian Sosiologi Hukum
Sosiologi berasal dari bahasa yunani yaitu kata socius dan logos, di mana
socius memiliki arti kawan / teman dan logos berarti kata atau berbicara.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial.
Menurut ahli sosiologi lain yakni Emile Durkheim, sosiologi adalah suatu
ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara
bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana
fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.
Objek dari sosiologi adalah masyarakat dalam berhubungan dan juga proses
yang dihasilkan dari hubungan tersebut. Tujuan dari ilmu sosiologi adalah untuk
meningkatkan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi
dengan lingkungan sosialnya.
Pokok bahasan dari ilmu sosiologi adalah seperti kenyataan atau fakta
sosial, tindakan sosial, khayalan sosiologis serta pengungkapan realitas
sosial.
Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaedah
dalam kehidupan bersama; keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam
suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu
sanksi. Namun demikian, hingga sekarang belum diperoleh suatu pengertian hukum
yang memadai dengan kenyataan. Hal ini dikarenakan hukum memiliki banyak segi
dan bentuk, sebagaimana diungkapkan oleh Lemaire, bahwa hukum itu banyak seginya serta meliputi
segala lapangan kehidupan manusia menyebabkan orang tidak mungkin membuat suatu
definisi hukum yang memadai dan komperhensif. Demikian pula Mr. Dr. Kisch mengatakan bahwa oleh karena hukum itu tidak
dapat dilihat/ditangkap oleh panca inder, maka sukarlah untuk membuat suatu
definisi tentang hukum yang memuaskan umum.
Selain pengertian tersebut di atas dapatlah dikemukakan beberapa pendapat
para ahli. Menurut Van Vollen Hoven, hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan
hidup yang bergolak terus-menerus dalam keadaan bentur dan membentur tanpa henti-hentinya
dengan gejala-gejala lainnya. Demikian pula Soediman mendefinisikan hukum sebagai pikiran atau
anggapan orang tentang adil dan tidak adil mengenai hubungan antar manusia.
Memang, baik ilmu hukum maupun sosiologi hukum mempunyai pusat perhatian
yang sama yaitu hukum; akan tetapi sudut pandang ke dua ilmu pengetahuan tadi
juga berbeda, dan oleh karena itu hasil yang diperoleh ke dua ilmu pengetahuan
tadi juga berbeda. Hukum adalah suatu gejala sosial budaya yang berfungsi untuk
menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan tertentu terhadap
individu-individu dalam masyarakat. Ilmu hukum mempelajari gejala-gejala
tersebut serta menerangkan arti dan maksud kaidah-kaidah tersebut, oleh karena
kaidah-kaidah tadi seringkali tidak jelas. Pelbagai kaidah-kaidah hukum yang
berlaku dalam masyarakat harus digolong-golongkan ke dalam suatu klasifikasi
yang sistematis, dan ini juga merupakan salah satu tugas dari ilmu hukum.
Sosiologi Hukum merupakan cabang ilmu yang termuda dari cabang ilmu hukum
yang lain, hal itu tampak pada hasil karya tentang sosiologi hukum yang hingga
kini masih sangat sedikit. Hal itu di karenakan eksistensi sosiologi hukum
sebagai ilmu yang baru yang berdiri sendiri, banyak di tentang oleh para ahli,
baik ahli hukum ataupun ahli sosiologi.
3.
Ruang lingkup Sosiologi Hukum
Dalam dunia hukum, terdapat fakta lain yang tidak diselidiki oleh ilmu
hukum yaitu pola-pola kelakuan (hukum) warga-warga masyarakat. Sampai
sejauh manakah hukum membentuk pola-pola prikelakuan atau apakah hukum yang
terbentuk dari pola-pola kelakuan itu. Di dalam hal yang pertama, bagaimanakah
cara-cara yang paling efektif dari hukum dalam pembentukan pola-pola kelakuan?
Inikah yang merupakan ruang lingkup yang pertama dari sosiologi hukum.
Ruang lingkup yang selanjutnya menyangkut hukum dan pola-pola perikelakuan
sebagai ciptaan serta wujud daripada keinginan-keinginan kelompok-kelompok
sosial. Kekuatan-kekuatan apakah yang membentuk, menyebarluaskan atau bahkan
merusak pola-pola perikelakuan yang bersifat yuridis? Selanjutnya, suatu obyek
yang tidak mendapat sorotan yang khusus dari ilmu hukum, akan tetapi merupakan
bidang penelitian sosiologi hukum adalah hubungan timbal balik antara
perubahan-perubahan dalam hukum dengan perubahan-perubahan sosial dan budaya.
Untuk meneliti hal itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai hukum
sebagai suatu gejala sosial. Jadi, pada dasarnya ruang lingkup sosiologi hukum
adalah pola-pola perikelakuan dalam masyarakat, yaitu cara-cara bertindak atau
berkelakuan yang sama dari orang-orang yang hidup bersama dalam masyarakat.
Dengan demikian, dapatlah dirumuskan bahwa sosiologi hukum merupakan suatu
cabang ilmu pengetahuan yang antara lain meneliti mengapa manusia patuh pada
hukum dan mengapa dia gagal untuk menaati hukum tersebut serts faktor-faktor
sosial lain yang mempengaruhinya.
4.
Analisis Hukum Terhadap Kasus dalam Pandangan
Sosiologi Hukum
Permasalahan penyelewengan hukum atau mafia hukum sudah sangat banyak
terjadi di Indonesia. hal ini erat kaitannya terhadap penegakan hukum yang ada
di Indonesia. karena penegakan hukum di Indonesia masih sangatlah pasif,
pilah-pilih terhadap ketegakan hukum dan siapa yang membayarnya.
Hal ini serupa dengan kasus yang baru-baru ini terjadi di daerah Palu
Sulawesi Tengah yaitu kasus pencurian sandal jepit yang dilakukan oleh anak
berusia 15 tahun berinisial AAL murid sekolah menengah di Palu.
Kasus ini bermula pada November 2010 di sebuah tempat kos, Jalan Zebra I A,
Kelurahan Birobuli Utara, Kecamatan Palu Selatan. Terdakwa AAL diduka mencuri
sandal milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap. Kasus ini disinyalir karena AAL
melaporkan tindak kekerasan Briptu yang diajukan ke provos kepolisian atas
aniaya yang dilakukan briptu Ahmad terhadapnya.
Pada sidang bertama yang digelar pada Selasa tanggal 20/12 Rommel F
Tampubolon yang bertindak sebagai hakim utama dalam persidangan itu, AAL
didakwa oleh jaksa penuntut umum ( JPU ) telah melakukan tindak pidana
pencurian dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara pasal 362 KUHP yang mencuri
sandal bermerk “ANDO” milik Briptu Ahmad.
Dakwaan ini didasarkan atas perbuatan terdakwa yang mencuri sandal briptu
Ahmad, Pada 27 Mei 2011, terdakwa bersama Ferdi dan temannya Mohamad Sapri
Hamka kembali melintas di lokasi kejadian. Saat itulah, Briptu Ahmad bertanya
kepada terdakwa dan saksi soal sandal miliknya yang hilang.
"Jangan bilang tidak, sandal saya sudah tiga kali hilang di sini," kata JPU Naseh menirukan ucapan korban saat itu.
"Jangan bilang tidak, sandal saya sudah tiga kali hilang di sini," kata JPU Naseh menirukan ucapan korban saat itu.
Selanjutnya, korban meminta terdakwa untuk mengambil sandal itu untuk
diperlihatkan dan ternyata sandal tersebut memang milik korban yang pernah
hilang di tempat kos.
Terkait dengan kasus di atas banyak keprihatinan yang melanda masyarakt
indonesia terhadap keberlakuan hukum dan keselarasan hukum terfsebut. Banyak
sisi yang memandang bahwa tindakan hukum yang dilakukan oleh Briptu Ahmad
sangatlah tidak manusiawi, seorang anggota kepolisain yang seharusnya memiliki
etika melayani masyarakat tidak seharusnya mengambil kebijakan pemakaian hukum
hanya untuk membalas dendan akan sangsi yang ia terima terhadap perlakuan
aniaya terhadap AAL.
Sejalan dengan kasus di atas menurut salah satu kuasa hukum AAL, Elvis
Katuvu mengaku sangat prihatin atas kasus pencurian sandal jepit itu sehingga
terdakwa didampingi oleh 10 pengacara.
Karena, tambah Elvis, kasus itu terlalu kecil dibanding banyaknya
kasus-kasus besar lainnya yang ditangani oleh aparat hukum dan belum jelas
penyelesaiannya, termasuk kasus korupsi.
Para penyelenggara hukum senantiasa merasa gelisah akan apa yang didera
oleh masyarakatnya apalagi apabila hukum belum bisa memberikan kebahagiaan bagi
masyarakatnya.
Dari tinjauan kasus di atas kita dapat menganalisa bahwa sangatlah
etrpurknya sistem keadilan hukum di Indonesia
dasn lebih daripada itu kita tidak memilki rasa bahagia terhadap hukum sendiri
yang notabene mengayomi malah harus sengsara mati-matian mebela diri. Dengan
berbgai kepicikan sistem hukum korupsi semakin merajalela dengan sewenangnya
menyelinap menghindari jaring-jaring hukumn. Hal itulah yang membuat sistem
keadilan di Indonesia semakin terpuruk dan menusukk dari segala aspek.
5.
Progresifitas Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum mempergunakan hukum sebagai titik pusat penyelidikanya.
Dengan berpangkal pada kaidah-kaidah yang diuraikan dalam undang-undang,
keputusan –keputusan pemerintah, peraturan, kontrak, keputusan hakim,
tulisan-tulisan yang bersifat yuridis, dan sumber-sumber hukum yang lain.
Sosiologi Hukum menyelidiki sampai di manakah kaidah-kaidah tersebut dengan
sungguh-sungguh dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat, dengan perkataan lain
hidup masyarakat mengikutinya dan menyimpang darinya, dengan maksud mencapai
pencatatan tentang aturan-aturan hukum yang sebagai kenyataan diikuti dalam
pergaulan masyarakat,. Dari sangkut paut sosiologis antara hukum dan
gejala–gejala lainya ia mencoba menerangakan, di satu pihak menerangakan
mengapa terdapat peraturan hukum yang kongkrit sebagaimana yang kini terdapat,
pada lain pihak pengaruh apa yang di adakan oleh peraturan hukum tersebut atas
gejala-gejala masyarakat lainya.
Kasus pencurian sandal di atas, merupakan kajian sosiologi hukum karena
kalau dilihat dari sudut pandang normatif saja sulit untuk dijelaskan khususnya
oleh pembuat hukum dan aparat hukum negeri ini. Karena kasus ini sebenarnya
bukan yang pertama dan bukan juga yang terakhir. Kasus ini hanyalah satu
kasus yang mengemuka dari ribuan kasus lainnya yang mengendap di bawah
permukaan laksana gunung es.
Praktik penyelwengan kepentingan hukum seperti kasus di atas juga
mengisyaratkan bahwa hukum di Indonesia nyaris seperti hukum yang ‘tak
bergigi’, karena begitu banyak terjadi pelanggaran terhadapnya tanpa dapat
ditegakkan secara hukum.
Tidak hanya masalah
pencurian di bawah umur. Pelanggaran terhadap hukum banyak sering terjadi dalam
tataran sosial masyarakat Indonesia, hal ini juga termasuk pada kasus korupsi
lainnya yang menyelewengkan segi kemanfaatan hukum sebagai tindakan keadilan
yang membahagiakan masyarakt. Jadi hukum di Indonesia harus ditinjau ulang dari
segi kemanfaatan hukum itu sendiri yang memiliki efek kemanfaatan sosial dan
psikologi.
Maka dari itu suatu hukum
dalam tataran sosiologi mempunyai peranan penting guna mencapai tujuan besar
dari hukum itu sendiri. Dari hal ini timbul suati pertanyaan akan kemanfaatan
hukum sendiri seperti: “Seberapa efektivitas dari peraturan-perturan hukum
tertentu?”, “Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas peraturan
hukum-hukum tertentu?”, “Apakah sebabnya orang taat kepada hukum?”, “Golongan
mana yang di untungkan dari perturan hukum yang di buat?”, dan lain sebagainya
yang menjadi obyek penyelidikan sosiologi hukum.
Merunut kasus di atas ditakutkan
hukum di Indonesia hanya sbagai mainan perpolitikan saja seperti yang
diungkapkan oleh Mahfu MD “ hukum adalah produk politik. Inilah yang mendasari
akan keberlakuan hukum di Indonesia masih belum progresif untuk kalangan
masyrakat akan kesadaran hukum sebagai keadilan sementara atas tindakan
penyelewengan hukum, akan tetapi tidak dipungkuri dalam hal penyelesaian hukum
harus ada banyak pertimbangan yang harus diteliti dari berbagai aspek, tidak
hanya dilihat dari segi normatif hukum tersebut akan tetapi juga harus dilihat
dari dampak hukum tersebut. Wallahua’lam....
اللهم اجعل فى كل امتحاننا من الناجحين والسالمين
والصابرين والممتازين ولا تجعلنا من الخاسرين والملعونين و
المتكبرين......................
اللهم استودعتك بما قرأت وبما تعلمت واردد اليا عند
حاجتي اليه..............امين
0 komentar:
Post a Comment